Kamis, 19 Juni 2014

Serat Pustaka Raja Purwa dan Serat Kanda



PERBEDAAN SERAT PUSTAK RAJA PURWA
DAN SERAT KANDA

Perbedaan antara keduanya terletak pada beberapa aspek, diantaranya : historis, penokohan dan penyajiannya.

(1). Penyajiannya

Dalam Serat Pustaka Raja Purwa (Gagrag Surakarta)  penyajiannya berupa gancaran. Sedangkan pada Serat Kanda (Gagrag Yogyakarta) penyajiannya statis,bervariasi.

(2). Historisnya

Serat Pustaka Raja Purwa ( Gagrag Surakarta)     diterbitkan pada 8 Mei 1983. Sedangkan pada Serat Kanda (Gagrag Yogyakarta) diterbitkan pada masa orde lama.
 
(3). Penokohannya

Dalam penokohannya,ada banyak perbedaan. Diantaranya :

(a)            Tokoh Bagong

Berawal dari Kesultanan Mataram yang mengalami keruntuhan dan berganti nama menjadi Kasunanan Kartasura. Sejak tahun 1745 Kartasura kemudian dipindahkan ke Surakarta. Selanjutnya terjadi perpecahan yang berakhir dengan diakuinya Sultan Hamengkubuwana I yang bertahta di Yogyakarta.
Dalam hal pewayangan, pihak Surakarta mempertahankan aliran Kyai Panjang Mas yang hanya memiliki tiga orang Punakawan (Semar, Gareng, dan Petruk), sedangkan pihak Yogyakarta menggunakan aliran Nyai Panjang Mas yang tetap mengakui keberadaan Bagong.
Akhirnya,pada zaman kemerdekaan, Bagong bukan lagi milik Yogyakarta saja. Para dalang aliran Surakarta pun kembali menampilkan empat tokoh punakawan dalam setiap pementasan mereka. Bahkan, peran Bagong cenderung lebih banyak daripada Gareng yang biasanya hanya muncul dalam gara-gara saja.

(b)            Tokoh Semar

Dalam naskah Serat Kanda dikisahkan,bahwa asal-usul Semar berasal dari penguasa kahyangan bernama Sanghyang Nurrasa memiliki dua orang putra bernama Sanghyang Tunggal dan Sanghyang Wenang. Karena Sanghyang Tunggal berwajah jelek, maka tahta kahyangan pun diwariskan kepada Sanghyang Wenang. Dari Sanghyang Wenang kemudian diwariskan kepada putranya yang bernama Batara Guru. Sanghyang Tunggal kemudian menjadi pengasuh para kesatria keturunan Batara Guru,dengan nama Semar.


(c)             Tokoh Antareja

Dalam pewayangan klasik versi Surakarta, Antareja merupakan nama lain dari Antasena, sedangkan versi Yogyakarta menyebut Antasena merupakan adik lain ibu dari Antareja, selain Gatutkaca. Sementara itu, dalam pewayangan zaman para dalang versi Surakarta, umumnya juga mengisahkan Antareja dan Antasena sebagai dua orang tokoh yang berbeda. Antareja adalah putra sulung Bimasena yang lahir dari  Nagagini putri Batara Anantaboga, dewa ular. Perkawinan Bima dan Nagagini terjadi setelah peristiwa kebakaran Balai Sigala-Gala dimana para Korawa mencoba untuk membunuh para Pandawa seolah-olah karena kecelakaan.








Tidak ada komentar:

Posting Komentar